Hire Tim Digital Marketing Vs. Sewa Agensi, Mana Lebih Baik?

Hire Tim Digital Marketing Vs. Sewa Agensi, Mana Lebih Baik?

Bisnis di era digital saat ini tidak lagi bisa mengabaikan kehadiran online. Memasarkan produk atau layanan secara efektif melibatkan lebih dari sekadar iklan konvensional.

Terlebih, proses digitalisasi tengah menjadi fokus utama pemerintah.

“Pemerintah optimistis dapat mencapai target 30 juta UMKM on-boarding ke digital pada 2024,” ungkap Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.

Inilah mengapa tim digital marketing menjadi unsur penting untuk membimbing perusahaan menelusuri kompleksitas dunia online.

Masuk ke Dunia Digital: Kenapa Perlu Tim Khusus?

  1. Kompleksitas Strategi Digital

Aktivitas digital marketing melibatkan berbagai platform. Mulai dari media sosial, seperti Instagram dan TikTok hingga mesin pencari, seperti Google.

Strategi pemasaran digital yang efektif memerlukan pemahaman mendalam tentang setiap saluran ini.

Satu orang yang memiliki spesialisasi dalam desain grafis, belum tentu ahli membuat copywriting. Seseorang yang pandai “bermain” di Instagram, belum tentu bisa mengoptimasi konten di TikTok. Mereka yang jago menjadi talent atau mengisi voice over, belum tentu lihai mencari ide konten.

Digital marketing adalah sebuah tim, yang setidaknya membutuhkan 3-4 orang dengan keahlian yang saling melengkapi.

  1. Respons Terhadap Perubahan Cepat

Tren dan algoritma digital dapat berubah dalam sekejap mata. Tim digital marketing yang dedicated diharapkan mampu merespons perubahan dengan cepat, memastikan bisnis tetap relevan.

  1. Data sebagai Pusat Keputusan

Analisis data menjadi elemen kunci dalam mengukur keberhasilan sebuah campain. Tim digital marketing biasanya dapat membaca data, memberikan masukan, dan menyelaraskan strategi dengan tren konsumen.

Kapan Bisnis Harus Memiliki Tim Digital Marketing?

  1. Tanda-Tanda Pertumbuhan

Ketika bisnis mulai mengalami pertumbuhan, perluasan ke pasar digital menjadi langkah logis. Tim digital marketing akan membantu merancang strategi yang tepat guna menjangkau audiens yang lebih luas.

  1. Saat Persaingan Semakin Ketat

Dalam pasar yang kompetitif, keberadaan tim digital marketing akan memberikan keunggulan. Mereka dapat merancang campaign yang membedakan bisnis dari kompetitor.

  1. Menyelaraskan Tren Konsumen

Jika bisnis ingin tetap relevan dan terhubung dengan konsumen, tim digital marketing membantu mengikuti dan bahkan memimpin tren konsumen dalam dunia digital.

  1. Menguasai Keberadaan Online

Ketika bisnis ingin menguasai kehadiran online, baik melalui situs web yang dioptimalkan atau keberadaan yang kuat di media sosial, tim digital marketing memastikan bahwa setiap langkah mendukung tujuan ini.

Punya Tim Digital Marketing Sendiri atau Sewa Agensi Digital?

Dalam mengelola strategi digital marketing, perusahaan sering berhadapan dengan pertanyaan krusial: apakah lebih baik membentuk tim digital marketing internal atau menyewa agensi digital eksternal.

  1. Keahlian dan Pengalaman

Tim Internal:

  • Kelebihan: Tim internal dapat dibentuk dengan spesialis yang benar-benar mengerti nilai perusahaan dan produknya.
  • Tantangan: Proses perekrutan dan pelatihan dapat memakan waktu, dan pengalaman awal mungkin kurang dibandingkan dengan agensi yang sudah mapan.

Agensi Digital:

  • Kelebihan: Agensi biasanya telah mengumpulkan keahlian dan pengalaman di berbagai industri. Mereka dapat memberikan perspektif baru dan solusi inovatif.
  • Tantangan: Memastikan bahwa agensi benar-benar memahami visi dan nilai perusahaan.
  1. Biaya

Tim Internal:

  • Kelebihan: Biaya jangka panjang cenderung lebih rendah setelah tim terbentuk, serta perusahaan memiliki kendali langsung terhadap anggaran dan alokasi sumber daya.
  • Tantangan: Investasi awal untuk perekrutan, pelatihan, dan infrastruktur teknologi bisa cukup besar.

Agensi Digital:

  • Kelebihan: Pembayaran umumnya lebih fleksibel, tanpa biaya rekrutmen atau pelatihan tambahan.
  • Tantangan: Biaya berlangganan agensi dapat meningkat seiring waktu, dan mungkin kurang efisien dalam jangka panjang.
  1. Fleksibilitas dan Skalabilitas

Tim Internal:

  • Kelebihan: Tim internal dapat lebih cepat menyesuaikan strategi dengan perubahan dalam bisnis atau industri.
  • Tantangan: Skalabilitas mungkin memerlukan waktu guna merekrut dan melatih lebih banyak anggota tim.

Agensi Digital:

  • Kelebihan: Agensi memiliki kemampuan untuk skalabilitas yang cepat, menyesuaikan kapasitas mereka dengan kebutuhan perusahaan.
  • Tantangan: Kurangnya pemahaman mendalam tentang keunikan perusahaan dapat membatasi fleksibilitas.
  1. Kontrol dan Keterlibatan:

Tim Internal:

  • Kelebihan: Perusahaan memiliki kendali langsung terhadap setiap aspek strategi dan eksekusi.
  • Tantangan: Terlalu banyak kendali bisa menghambat inovasi dan pandangan eksternal.

Agensi Digital:

  • Kelebihan: Agensi membawa pandangan objektif dan dapat memberikan perspektif independen.
  • Tantangan: Keterlibatan perusahaan mungkin kurang, dan kontrol penuh mungkin agak sulit dicapai.

Bagaimanapun, keputusan memilih di antara keduanya tergantung pada kebutuhan, tujuan, dan konteks spesifik perusahaan.

Banyak perusahaan mengadopsi model hybrid dengan membentuk tim internal untuk tugas-tugas inti dan menyewa agensi untuk proyek-proyek khusus.

Perusahaan yang baru mulai beralih ke digital juga dapat mencoba menyewa agensi, seperti mastah.id. Terutama apabila belum mampu membentuk tim digital marketing sendiri yang pastinya membutuhkan biaya rekrutmen dan pelatihan tambahan.

Inti dari keberhasilan tetap pada pemahaman yang mendalam tentang tujuan bisnis dan kemampuan strategis untuk merespons dinamika pasar digital yang terus berubah.

Prinsip 5C Marketing: Analisis dan Contohnya

Prinsip 5C Marketing: Analisis dan Contohnya

Aktivitas marketing atau pemasaran menjadi salah satu aspek terpenting dalam strategi bisnis modern.

Demi meraih keberhasilan, perusahaan perlu memahami dan mengelola berbagai elemen yang mempengaruhi pemasaran. Misalnya, melalui analisis 5C marketing.

Konsep ini melibatkan 5 elemen kunci yang harus dipertimbangkan untuk merancang strategi pemasaran yang efektif.

Mau tahu apa aja itu? Yuk, kita gali lebih dalam!

Analisis 5C Marketing

  1. Customer (Pelanggan)

Pelanggan merupakan inti dari setiap bisnis.

Setiap perusahaan berkewajiban memahami siapa pelanggannya, apa kebutuhan mereka, dan bagaimana produk atau layanan yang ditawarkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Analisis pelanggan dapat berupa demografi, perilaku konsumen, preferensi, dan feedback pelanggan.

Dengan memahami pelanggan secara akurat, perusahaan dapat menciptakan campaign pemasaran yang lebih efektif dan relevan.

  1. Company (Perusahaan)

Elemen kedua dari 5C marketing adalah perusahaan itu sendiri.

Perusahaan perlu memahami kekuatan dan kelemahan mereka, serta bagaimana mereka dapat bersaing di pasar.

Pemanfaatan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dapat membantu perusahaan dalam hal ini. Terutama kaitannya pada pengidentifikasian faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi strategi marketing.

Perusahaan juga harus memahami nilai proposisi, yaitu apa yang membedakan produk atau layanan mereka dari kompetitor.

  1. Collaborators (Mitra Bisnis)

Kolaborasi dengan mitra bisnis sanggup memainkan peran penting dalam kesuksesan pemasaran.

Baik bekerja sama dengan distributor, supplier, agen periklanan, maupun mitra lainnya.

Hubungan yang baik dengan mitra bisnis dapat membantu perusahaan mengoptimalkan rantai pasokan, meningkatkan distribusi, dan mencapai objective marketing secara lebih efisien.

  1. Competitors (Pesaing)

Menganalisis pesaing turut menjadi langkah penting dalam 5C marketing.

Sebuah perusahaan perlu memahami siapa kompetitor mereka, kekuatan dan kelemahannya, serta strategi marketing yang digunakan.

Langkah ini dapat mempermudah perusahaan dalam mengidentifikasi peluang dan ancaman di gelanggang market sekaligus merancang strategi marketing yang lebih baik.

  1. Climate (Iklim)

Kondisi iklim memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap strategi marketing yang akan diambil.

Bukan sekadar masalah lingkungan, faktor yang satu ini akan berdampak pula ada tren pasar yang mengiringi, regulasi pemerintah yang kelak muncul, dan perubahan teknologi.

Contoh paling mudah ialah kejadian Covid-19 beberapa tahun silam.

Akibat persoalan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan wajib work from home yang berimbas pada keterbatasan aktivitas sosial. Hal tersebut kemudian memancing tren pasar yang beralih pada kegiatan online serta hadirnya beragam platform digital inovatif.

Studi Kasus Implementasi Prinsip 5C Marketing

Brand: Perusahaan Pakaian Olahraga DEF

Tujuan: Bertransformasi ke E-Commerce

  1. Customer (Pelanggan)
  • Demografi Pelanggan:

Mayoritas pelanggan adalah individu berusia antara 18-35 tahun, aktif secara fisik, dan memiliki minat pada gaya hidup sehat.

  • Perilaku Konsumen:

Pelanggan cenderung mencari produk berkualitas tinggi dan merek yang berfokus pada inovasi dalam desain dan kenyamanan.

  • Preferensi Pelanggan:

Permintaan tinggi untuk pakaian olahraga yang dapat digunakan sehari-hari, serta preferensi terhadap teknologi tekstil yang menawarkan performa terbaik.

  • Feedback Pelanggan:

Umpan balik dari pelanggan menunjukkan keinginan untuk pengiriman cepat, pengalaman berbelanja online yang mudah, dan program membership yang menarik.

  1. Company (Perusahaan)
  • Kekuatan Perusahaan:

Merek yang sudah mapan dengan reputasi berkualitas tinggi serta desain inovatif dan fokus pada teknologi tekstil terkini.

  • Kelemahan Perusahaan:

Kurangnya pengalaman dalam menjalankan operasi e-commerce serta tidak memiliki kehadiran global secara kuat.

  1. Collaborators (Mitra Bisnis)
  • Hubungan dengan Supplier:

Membangun kemitraan yang erat dengan pemasok kain serta produsen demi menjaga kualitas dan keandalan produk.

  • Kerjasama dengan Platform E-commerce:

Menjalin kemitraan dengan platform e-commerce besar untuk meningkatkan visibilitas dan akses pasar.

  1. Competitors (Pesaing)
  • Pesaing Utama:

Analisis mendalam tentang kompetitor utama di pasar, termasuk produk unggulan, strategi harga, serta kekuatan dan kelemahan masing-masing.

  • Diferensiasi dari Pesaing:

Menemukan keunggulan kompetitif dengan fokus pada inovasi desain dan teknologi tekstil yang unik.

  1. Climate (Kondisi Lingkungan)
  • Tren Pasar:

Meninjau tren pasar terkini, seperti peningkatan minat pada gaya hidup sehat dan kesadaran lingkungan.

  • Regulasi E-commerce:

Memahami regulasi dan kebijakan e-commerce yang dapat mempengaruhi operasi perusahaan.

  • Teknologi:

Mengidentifikasi teknologi terkini yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan efisiensi operasional.

Dengan melakukan analisis 5C seperti ini, perusahaan dapat mendapatkan insight mendalam yang dibutuhkan guna merancang strategi marketing yang efektif dalam memasuki pasar e-commerce.

6 Teknik Marketing Memanfaatkan Psikologi Manusia, Patut Dicoba!

6 Teknik Marketing Memanfaatkan Psikologi Manusia, Patut Dicoba!

Di tengah dunia yang dipenuhi dengan berbagai pilihan produk dan layanan, para praktisi marketing terus berupaya mencari cara terbaik demi menarik perhatian konsumen.

Salah satu strategi yang terbukti ampuh mendorong penjualan ialah memanfaatkan psikologi manusia.

Sebagai rekomendasi, berikut 6 contoh teknik marketing yang tidak hanya menjual produk, tetapi juga menciptakan koneksi emosional dengan konsumen!

  1. Urgensi dan Scarcity: Membuat Waktu Berbicara

Suatu hari, Anda melihat iklan yang menyatakan, “Penawaran terbatas! Hanya untuk 24 jam!”

Tanpa sadar, Anda merasa tertarik dan ingin segera memanfaatkan kesempatan tersebut.

Teknik ini bekerja dengan menciptakan rasa urgensi dan kelangkaaan (scarcity). Tujuannya sederhana: memotivasi konsumen untuk bertindak cepat sebelum kesempatan itu hilang.

Apple secara teratur menggunakan strategi ini dalam peluncuran produk baru mereka.

Misalnya, saat launching iPhone terbaru, mereka sering menyertakan pernyataan, seperti “Hanya tersedia untuk pre-order selama 24 jam” atau “Stok terbatas”.

Hal tersebut menciptakan kesan urgensi di antara konsumen sehingga mendorong mereka untuk segera melakukan pembelian agar tidak kehilangan kesempatan.

  1. Otoritas: Membangun Kepercayaan Melalui Figur

Ketika seorang ahli di bidangnya memberikan saran atau menyampaikan testimoni, itu bukan sekadar kata-kata.

Praktisi marketing yang cerdas, tahu bagaimana menggunakan otoritas ini untuk membangun kepercayaan konsumen.

Mereka menyertakan testimoni dari pakar, sertifikasi, atau pengakuan dari lembaga-lembaga terkemuka untuk meyakinkan bahwa produk atau layanan yang ditawarkan memang patut dipertimbangkan.

Pepsodent sering menampilkan iklan dengan penjelasan dari dokter atau ahli kesehatan gigi yang merekomendasikan pasta gigi mereka.

Dengan melibatkan otoritas medis, Pepsodent berusaha membangun kepercayaan konsumen terhadap keefektifan produk mereka dalam menjaga kesehatan gigi.

  1. Social Proof: Menggugah Kepercayaan Lewat Pengalaman Orang Lain

Ketika kita melihat teman atau keluarga menggunakan produk maupun layanan tertentu dengan sukacita, kita cenderung merasa lebih percaya diri untuk mencoba hal yang sama.

Para pegiat marketing menggunakan social proof (bukti sosial) dengan menampilkan ulasan positif, testimoni, atau statistik penjualan untuk membuktikan bahwa banyak orang telah membuat pilihan yang bijak.

TripAdvisor merupakan contoh platform yang memanfaatkan social proof secara efektif.

Ulasan dan peringkat dari wisatawan sebelumnya memberikan gambaran langsung tentang pengalaman yang bisa diharapkan pengunjung lainnya.

Terbukti, restoran atau hotel dengan ulasan positif lebih cenderung menarik perhatian dan kepercayaan potential buyer.

  1. Reciprocity: Memberi Sebagai Cara Membangun Hubungan

Pernahkah Anda menerima sampel produk gratis atau diskon khusus sebagai ucapan terima kasih atas suatu pembelian?

Ini adalah contoh dari prinsip reciprocity.

Teknik ini ditandai dengan adanya insentif khusus untuk menciptakan hubungan timbal balik dengan konsumen, meningkatkan loyalitas dan memotivasi mereka untuk kembali berbelanja.

Sephora, e-commerce di bidang kecantikan dan perawatan kulit, memiliki program loyalitas yang memberikan hadiah gratis, sampel produk, dan diskon eksklusif kepada para membernya.

Dengan memberikan insentif kepada pelanggan, Sephora menciptakan feedback yang kuat, sehingga pelanggan merasa dihargai dan lebih mungkin untuk kembali berbelanja di toko tersebut.

  1. Kepentingan Pribadi: Pesan yang Menyentuh Hati

Orang-orang marketing yang sukses tahu bahwa setiap konsumen adalah individu dengan nilai dan kebutuhan yang unik.

Mereka menyesuaikan konten pemasaran yang meningkatkan keterlibatan (engagement), membangun ikatan emosional, dan membuat pelanggan merasa diperhatikan.

Contoh nyata implementasi strategi ini ditunjuukan Nike dengan menawarkan layanan NikeiD yang memungkinkan pelanggan untuk menyesuaikan sepatu mereka sendiri.

Nike memasukkan elemen personal, seperti warna, gaya, dan pesan khusus. Dengan demikian, pelanggan merasa bahwa sepatu yang mereka beli tidak hanya sesuai dengan gaya yang diimpikan, tetapi juga mencerminkan kepribadian unik mereka.

  1. Efek Baader-Meinhof: Dari Tidak Tahu Menjadi Tahu Terus-Menerus

Pernahkah Anda menyaksikan iklan suatu produk, dan tiba-tiba Anda mulai melihatnya di mana-mana?

Ini disebut efek Baader-Meinhof atau sering disebut “Frequency Illusion.”

Para ahli marketing menggunakan prinsip ini dengan menampilkan produk secara konsisten guna menciptakan brand awareness yang lebih tinggi bahkan menyetir terjadinya sebuah tren baru.

Coca-Cola berhasil menciptakan efek Baader-Meinhof melalui branding yang konsisten. Logo merah dan putih yang khas dan campaign iklan yang sering muncul di berbagai media telah membuat merek ini dikenali di seluruh dunia.

Melalui konsistensi ini, Coca-Cola berhasil membuat konsumen melihat brand mereka di banyak tempat.

Di balik gemerlap warna-warni iklan dan tawaran menggiurkan, terdapat rahasia psikologi manusia yang memainkan peran penting dalam keputusan pembelian kita.

Marketing bukan hanya tentang produk atau layanan, tetapi juga tentang memahami dan terhubung dengan psikologi konsumen.

Serba-Serbi STP Marketing: Definisi dan Contoh Penerapannya

Serba-Serbi STP Marketing: Definisi dan Contoh Penerapannya

Dalam dunia yang semakin kompetitif, semua perusahaan mencari cara untuk berlomba meraih perhatian dan kepercayaan konsumen.

Salah satu pendekatan atau model yang terbukti efektif bagi pondasi pengembangan strategi marketing ialah teori STP, singkatan dari Segmentasi, Targeting, dan Positioning.

Apa yang Dimaksud Teori STP?

  1. Segmentasi (Segmentation)

Segmentasi merupakan proses membagi pasar menjadi segmen atau kelompok yang lebih kecil berdasarkan karakteristik yang sama.

Langkah ini bertujuan agar lebih memahami kebutuhan, preferensi, dan perilaku konsumen di setiap segmen.

Dengan memahami perbedaan dalam segmen pasar, perusahaan dapat menciptakan strategi pemasaran yang lebih terfokus dan relevan.

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam melakukan segmentasi, antara lain:

  • Demografi: Mencakup faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, dan status perkawinan.
  • Geografi: Terkait dengan lokasi geografis, seperti negara, kota, atau wilayah tertentu.
  • Psikografis: Melibatkan aspek-aspek seperti nilai-nilai, gaya hidup, dan kepribadian konsumen.
  • Perilaku: Melibatkan kebiasaan belanja, loyalitas terhadap brand, penggunaan produk, dan kebiasaan konsumen lainnya.

Misalnya, apabila sebuah perusahaan pakaian ingin menerapkan segmentasi, mereka dapat membagi pasar berdasarkan usia dan gaya hidup. Segmen tertentu mungkin ditujukan untuk remaja dengan gaya kasual, sementara segmen lain bisa saja ditargetkan bagi kalangan profesional muda dengan gaya formal.

  1. Targeting

Setelah melakukan segmentasi, langkah berikutnya adalah menentukan segmen mana yang akan menjadi target utama.

Beberapa metode targeting melibatkan:

  • Penilaian potensi pasar: Mengukur ukuran dan potensi pertumbuhan setiap segmen.
  • Analisis daya saing: Menilai tingkat persaingan di setiap segmen dan apakah perusahaan memiliki keunggulan kompetitif di segmen tersebut.
  • Evaluasi sumber daya: Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk memasuki dan mempertahankan segmen tertentu.

Targeting membantu perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien dan fokus pada kelompok konsumen yang memiliki minat serta kebutuhan yang paling relevan.

Contoh, perusahaan mungkin memilih untuk menargetkan segmen pasar remaja yang tertarik pada teknologi tinggi dan memiliki daya beli yang cukup.

  1. Positioning

Positioning berkaitan dengan cara perusahaan memposisikan produk atau brand di benak konsumen, dalam konteks perbandingan dengan kompetitor.

Elemen positioning umumnya meliputi:

  • Atribut Produk: Menyoroti fitur dan karakteristik khusus produk yang membedakannya dari pesaing.
  • Harga: Menentukan posisi produk dalam kisaran harga pasar, apakah itu sebagai produk mewah atau menengah.
  • Kualitas: Menciptakan persepsi tentang kualitas produk, apakah itu sebagai produk premium atau pilihan yang terjangkau.
  • Nilai Tambah: Menyoroti added-value, seperti layanan pelanggan yang unggul atau program membership.

Contoh, jika sebuah perusahaan elektronik ingin memposisikan produknya sebagai yang paling inovatif di pasar, mereka dapat fokus pada fitur canggih, teknologi terkini, dan pengalaman pengguna yang unik untuk membedakannya dari produk kompetitor.

Studi Kasus: Implementasi Strategi STP pada Produk Smartphone

  1. Segmentasi

Deskripsi:

Sebuah perusahaan teknologi mengidentifikasi beberapa segmen pasar berdasarkan kebutuhan dan preferensi konsumen.

Segmen-segmen ini mencakup profesional yang memerlukan kinerja tinggi, pecinta fotografi yang mengutamakan kualitas kamera, serta pengguna yang mencari nilai lebih dan fitur berkualitas dengan harga terjangkau.

Contoh:

Melalui analisis segmentasi, perusahaan mengenali bahwa ada pangsa pasar yang signifikan untuk setiap segmen tersebut.

  1. Targeting

Deskripsi:

Perusahaan memilih segmen yang paling konsisten dengan kekuatan dan keunggulan produk mereka.

Contoh:

Dalam hal ini, perusahaan memutuskan untuk menargetkan segmen profesional yang membutuhkan kinerja tinggi. Ini didasarkan pada kekuatan perusahaan dalam menghadirkan inovasi dan teknologi canggih.

  1. Positioning

Deskripsi:

Perusahaan menciptakan strategi dan konten marketing yang menempatkan brand mereka sebagai penyedia smartphone premium untuk kebutuhan profesional yang membutuhkan kinerja dan fungsionalitas tinggi.

Contoh:

Kampanye pemasaran menekankan daya tangguh, keunggulan kamera, dan fitur-fitur canggih yang mendukung produktivitas, serta membangun brand image sebagai pilihan utama bagi para profesional.

Hasilnya…

Dengan menggabungkan strategi STP, perusahaan berhasil menciptakan smartphone yang sangat diinginkan oleh segmen profesional.

Penjualan meningkat, dan konsumen di segmen ini mengidentifikasi brand tersebut sebagai pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam hal kinerja dan fungsionalitas.

Melalui integrasi Segmentasi, Targeting, dan Positioning, perusahaan dapat merancang strategi pemasaran yang lebih terarah, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan.

Implementasi yang efektif dari teori STP akan membantu perusahaan untuk tetap relevan dan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan maupun preferensi konsumen seiring waktu.

Branding, Marketing, dan Selling: Serupa Tapi Tak Sama

Branding, Marketing, dan Selling: Serupa Tapi Tak Sama

Pernahkah Anda memperhatikan kalau istilah branding dan marketing seringkali digunakan secara bergantian?

Ketika berbincang tentang keduanya, sebagian dari kita—biasanya—akan berbicara seputar memperoleh penjualan dan uang lebih banyak.

Loh, bukannya itu berarti kita harusnya ngomong mengenai selling (sales)?

Bingung? Ya, kami tidak menyalahkan Anda.

Begini masalahnya…

Dalam dunia bisnis, aktivitas branding, marketing, dan selling merupakan trio yang saling mempengaruhi. Namun, masing-masing memiliki perbedaan yang perlu kita pahami.

Izinkan kami membantu menguraikan perbedaan di antara ketiganya sehingga Anda dapat memilih untuk mengembangkan bisnis di aktivitas yang mana terlebih dahulu.

Apa Perbedaan Branding, Marketing, dan Selling?

  1. Branding

Definisi

Branding mencakup rangkaian kegiatan yang dirancang untuk membangun dan memelihara citra merek (brand image) suatu produk atau perusahaan.

Hal ini kerap melibatkan elemen-elemen seperti logo, warna, gaya penulisan, dan nilai-nilai yang diusung oleh merek.

Contoh

Salah satu role-model dari keberhasilan sebuah branding adalah Apple.

Mereka tidak hanya menjual produk, tetapi juga mengkomunikasikan gaya hidup inovatif dan eksklusif melalui desain minimalis, kualitas produk, serta pengalaman pengguna yang unik.

Adapun contoh di platform digital dan media sosial, perusahaan teknologi seperti Google membangun brand identity dengan konsistensi dalam penggunaan logo, warna, maupun gaya grafis dalam setiap konten yang mereka bagikan.

  1. Marketing

Definisi

Marketing adalah serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk mempromosikan, mendistribusikan, dan menjual produk atau layanan. Di dalamnya termasuk penelitian pasar, periklanan, public relations, dan strategi pemasaran untuk mencapai target pasar.

Contoh

Kampanye iklan Coca-Cola merupakan contoh yang baik dari strategi pemasaran yang sukses.

Mereka tidak hanya fokus pada rasa minuman, tetapi juga membangun emosi positif dan ikatan sosial melalui sejumlah iklan yang kreatif.

Beriklan di Facebook dan Instagram juga dikategorikan sebagai aktivitas marketing. Baik dalam bentuk gambar produk yang menarik, deskripsi yang wow, dan tautan (link) yang mengundang calon customer untuk mengekliknya.

  1. Selling

Definisi

Secara sederhana, selling atau sales berarti kegiatan penjualan secara langsung produk atau layanan kepada pelanggan.

Aktivitas yang dilakukan meliputi proses negosiasi, closing penjualan, hingga membangun hubungan pelanggan (customer relationship) untuk meningkatkan penjualan dan kepuasan konsumen.

Contoh

Penjualan mobil di sebuah dealer adalah bentuk nyata dari kegiatan penjualan. Salesperson berinteraksi langsung dengan pelanggan, menjelaskan fitur produk, dan menciptakan argumen penjualan untuk mempengaruhi keputusan pembelian.

Keterkaitan Antara Branding, Marketing, dan Selling

Meskipun memiliki peran yang berbeda, keterkaitan antara branding, marketing, dan selling sangat penting untuk mencapai kesuksesan bisnis secara menyeluruh.

  1. Branding sebagai Dasar

Branding menciptakan pondasi bagi seluruh strategi pemasaran dan penjualan.

Identitas merek (brand identity) yang kuat akan memberikan panduan dalam menentukan pesan yang akan disampaikan dalam kegiatan marketing dan bagaimana berinteraksi dengan pelanggan.

Dengan sendirinya, hal itu dapat menciptakan konsistensi dan kepercayaan di tengah konsumen.

  1. Marketing untuk Membangun Kesadaran

Aktivitas pemasaran bertujuan untuk membangun kesadaran (awareness) dan minat (interest) konsumen terhadap produk atau layanan yang kita tawarkan.

Tanpa strategi pemasaran yang baik, konsumen mungkin tidak menyadari atau tertarik pada apa yang ditawarkan oleh perusahaan.

  1. Selling sebagai Implementasi

Proses penjualan mengonversi minat menjadi tindakan nyata (action). Seorang salesperson harus mampu mengkomunikasikan nilai produk, mengatasi keberatan, dan membangun hubungan dengan pelanggan demi mencapai target penjualan.

  1. Feedback Loop yang Kontinu

Keterkaitan ini menciptakan suatu siklus umpan balik yang berkelanjutan. Pengalaman pelanggan yang dirasakan selama proses penjualan dapat memberikan masukan berharga untuk meningkatkan strategi pemasaran dan bahkan memperbarui elemen branding jika diperlukan.

  1. Tujuan Bersama untuk Kesuksesan

Meskipun memiliki fokus yang berbeda, branding, marketing, dan selling bekerja menuju tujuan bersama, yaitu meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan bisnis. Keberhasilan satu aspek seringkali bergantung pada keberhasilan aspek lainnya.

Branding, marketing, dan selling telah menjadi tiga komponen kunci dalam ekosistem bisnis yang saling melengkapi.

Dengan memahami peran masing-masing dan bagaimana mereka berinteraksi, perusahaan dapat merancang strategi yang lebih efektif untuk membangun brand image yang kuat, meningkatkan kesadaran pasar, dan meraih keberhasilan penjualan.

5 Alasan Pentingnya Blog untuk Bisnis Anda

5 Alasan Pentingnya Blog untuk Bisnis Anda

Terkadang, pelaku usaha menganggap bahwa memiliki website bisnis saja sudah cukup. Fenomena ini bisa dipahami, mengingat sebagian dari kita masih kurang melihat digital marketing sebagai sebuah proses yang utuh. Asalkan punya website, rasanya sudah cukup.

Sejatinya, tidak sedikit hal yang bisa dieksplorasi di dalam website. Salah satunya membangun blog sebagai strategi marketing jangka panjang.

Di samping memberikan edukasi terkait produk maupun jasa yang ditawarkan, kumpulan artikel juga dapat menaikkan traffic website kita hingga muncul di page one Google.

Masih ada banyak lagi manfaat membuat blog untuk website bisnis kita. Berikut ini kami sajikan 5 di antaranya!

  1. Membidik Potential Market

Google ibarat “surga” bagi penjual yang mencari pelanggan potensial. Mengapa demikian? Masyarakat kini sangat bergantung pada search engine untuk menemukan sebuah informasi. Termasuk produk atau jasa yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan mereka.

Orang-orang ini merupakan calon pembeli yang potensial.

Mereka bukan tidak mungkin menemukan konten blog Anda. Membaca artikel, teredukasi, kemudian mengenal siapa dan apa yang Anda jual.

Semakin sering blog Anda diklik dan menjawab masalah pasar, maka konten artikel tersebut akan semakin bertahan lama di Google dan mengundang lebih banyak lagi potential market yang memiliki persoalan serupa.

  1. Meningkatkan Kunjungan Website

Bayangkan Anda mempunyai toko di pinggir jalan, tapi nggak ada satu pun orang yang mampir. Apakah penjualan bisa meningkat?

Begitulah website yang sepi dari pengunjung. Jangankan terjadi konversi, orang-orang bahkan belum tentu mengenal produk Anda dan manfaatnya bagi mereka.

Konten blog punya andil dalam mendongkrak trafik website. SEO Tribunal mencatat, bisnis yang memiliki blog biasanya menerima 55 persen kunjungan lebih banyak ke website mereka. Blog bisnis pun rata-rata 434 persen lebih sering terindeks oleh Google.

  1. Tampil Lebih Ahli dan Profesional

Bikin toko online fashion, kok CS-nya nggak paham jenis-jenis bahan pakaian? Jualan alat elektronik kok bingung ketika pelanggan komplain ada kerusakan tertentu?

Konten-konten blog bisa mencegah anggapan tersebut muncul. Melalui serangkaian artikel berkualitas, pelanggan akan menilai Anda sebagai bisnis yang reputasinya baik dan memahami betul-betul apa yang sedang ditawarkan ke pasar.

Secara tidak langsung, blog dapat membuat Anda tampak profesional. Dengan sendirinya, kepercayaan konsumen pun turut meningkat.

  1. Jadi Lebih Dekat dengan Pelanggan

Manfaat paling nyata dari blog yang edukatif adalah Anda menjadi lebih dekat dengan calon konsumen.

Mereka tidak lagi merasa sebagai orang-orang yang hanya diperas dompetnya. Namun, juga menjadi bagian dari proses bisnis kita. Anda dapat meminta mereka berbagi ide konten, mengadakan fun survey, membuat QnA, hingga wawancara mengenai pengalaman konsumen selama berinteraksi dengan brand kita.

Dari sekumpulan pelanggan yang mulai loyal, kita bahkan bisa membangun komunitas sesuai dengan niche produk Anda.

  1. Investasi Jangka Panjang

SEO (search engine optimization) selalu dikenal sebagai strategi marketing jangka panjang. Begitu pula dengan blog sebagai salah satu elemen penting dalam SEO. Dampaknya bagi bisnis mungkin tidak langsung terlihat, tetapi manfaatnya bisa dirasakan di masa mendatang.

Baik trafik, reputasi, lead atau kontak yang masuk, hingga komunitas diperoleh dalam waktu yang tidak singkat. Butuh kesabaran dan keuletan. Apabila konsisten memperbarui konten, blog bisa membuat bisnis Anda bertahan lama, setidaknya di dunia digital.

Tidak perlu terlalu terburu-buru. Bisnis itu bukan lomba sprint, tetapi marathon yang memerlukan napas panjang.

5 Kesalahan Copywriting yang Bikin Iklan Boncos Melulu

5 Kesalahan Copywriting yang Bikin Iklan Boncos Melulu

Sudah sering promosi online, kok penjualan gitu-gitu aja, ya…?

Duit iklan justru boncos. Mau untung, malah buntung.

Hmmm, ada banyak faktor penyebabnya, sih. Mungkin salah satunya, COPYWRITING jualan kamu yang perlu diperbaiki.

Jangan-jangan selama ini, sembarangan sebar iklan aja, ya? Hehe.

Yuk, periksa lagi. Bisa jadi kamu melakukan 5 kesalahan copywriting berikut ini!

  1. Headline Asal-asalan

Mengutip tulisannya Dewi Kreckman, Managing Director di Decuremed Store, iklan tetap harus diberi judul meskipun berbentuk cerita.

Judulnya pun disesuaikan dengan target market yang dipilih.

Pebisnis online biasanya sudah tahu ada karakter market yang Dingin (cold), Hangat (warm), dan Panas (hot).

Market yang Dingin berarti belum mengenal atau tertarik pada brand Anda.

Market yang Hangat mungkin masih ragu-ragu membeli, tetapi setidaknya pernah berinteraksi dengan kita.

Market yang Panas biasanya mereka yang sudah membeli bahkan loyal terhadap produk atau jasa kita.

Beda target, beda juga judulnya…

Jangan disamakan semua…

  1. Hanya Membahas Fitur

Bangga sama fitur produk kita boleh-boleh aja, kok. Tapi itu nggak penting buat konsumen. Mereka perlu tahu “manfaat” dan “makna” dari sesuatu yang kita tawarkan.

Begini:

Fitur itu kelebihan, deskripsi, dan bahan-bahan.

Manfaat itu hal yang menguntungkan pembeli.

Makna itu arti dari manfaat produk atau jasa kita.

Contoh:

Jualan makanan sehat jangan sekadar membahas tentang kandungan madu, logo BPOM, halal MUI, organik, segar, berkualitas, dan semacamnya.

Bagi pembeli, yang terpenting adalah manfaatnya buat mereka,

“Jika makan produk X, bisa bikin kamu sehat, menurunkan gula darah, dan konsentrasi meningkat, lho…”

Masuk ke level selanjutnya, masukkan makna yang tersirat dari produk tersebut,

“Dengan mengonsumsi makanan X, berarti kamu sudah melaksanakan Sunnah Nabi serta melindungi diri selama pandemi ini dengan meningkatkan imunitas.”

Konsumen bukan hanya membeli “makanan”, tetapi mereka juga memperoleh “kesehatan dan perlindungan”.

  1. Hanya Membahas Diri Sendiri

Baru baca paragraf pertama, isinya cuma “Aku, perusahaanku, produkku, bla bla bla…”

Seharusnya, kita membicarakan tentang mereka. Tentang para customer.

Fokuslah membahas mengenai tujuan mereka. Termasuk juga ketakutan, kebutuhan, dan proses mereka mencapai tujuan yang dapat kita bantu.

Terangkan bagian apa yang kita lakukan, yang akan memberi manfaat bagi mereka. Misalnya ketika kita jualan training,

“Kami bongkar semua rahasia dan strategi yang akan membantu Anda sukses berbisnis berdasarkan pengalaman mendirikan perusahaan selama 20 tahun.”

  1. Kurang Menekankan Alasan Mengapa Harus Membeli

Alasan serta manfaat yang kita tawarkan bisa berbentuk dua: tangible dan intangible, alias fisik maupun emosional. Kemudian tulis manfaat tersebut lebih banyak dari harga yang mereka bayarkan.

Misalnya…

“Dengan mengonsumsi makanan diet X, selain harganya bersahabat (tangible), manfaatnya pun segudang. Tubuh kembali langsing (tangible) dan sehat (intangible) sehingga makin disayang suami, deh (intangible).”

  1. Tidak Ada CALL TO ACTION yang Kuat

Memang ada Call to Action yang lemah?

Ada, dong. Contohnya, nih: Yuk beli sekarang, telepon sekarang, daftar sekarang, pesan sekarang, dan sebagainya.

Tips sederhana untuk membuat Call to Action yang kuat, yaitu bangunlah semacam ketakutan emosional.

Contoh ketika kita berjualan webinar berbayar,

“Jika Anda tidak membeli tiket webinar ini sekarang, maka Anda sedang menunda kesuksesan. Ingatlah bahwa masa depan ada di tangan Anda. Kalau bukan Anda, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?”

Atau, kalimat iklan yang sering digaungkan Fenny Rose,

“Senin harga naik!”