Masa Depan AI dan Bisnis? Begini Kata 3 CEO Dunia

Masa Depan AI dan Bisnis? Begini Kata 3 CEO Dunia

Kemajuan teknologi, lonjakan investasi, dan persaingan usaha di seluruh dunia diprediksi mengarah pada satu hal: di tahun 2024, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) akan mulai mengubah cara kita berbisnis.

Hal ini turut berdampak pada bagaimana perusahaan menjalankan operasional sehari-hari, meningkatkan pendapatan, menjalin hubungan dengan pelanggan, dan masih banyak lagi.

Country Manager Intel Corporation, Harry K Nugraha mengungkapkan, AI memiliki sejumlah sisi positif.

Termasuk mempermudah semua proses pekerjaan yang bersifat rutinitas.

“Jadi dia melengkapi dengan keahliannya, atau dia meningkatkan keahliannya. Ini tidak bisa dihindari kerena bagian dari kemajuan teknologi, memaksa kita untuk melakukan adaptasi,” ujarnya.

Bagaimana bisnis memanfaatkan potensi dari AI di masa depan?

Begini masukan dari 3 CEO dunia dalam Annual Meeting World Economic Forum ke-54 di Davos-Klosters, Swiss.

  1. Jeff Schumacher, CEO NAX Group

AI merupakan garda terdepan dalam rangkaian hadirnya teknologi disruptif, yang menawarkan potensi besar bagi perusahaan untuk menciptakan nilai dan memecahkan tantangan nan kompleks.

Untuk benar-benar mewujudkan potensi AI, dunia bisnis tidak hanya harus mengadopsinya namun juga mengoperasionalkannya.

Proses ini melibatkan hubungan AI dengan tindakan-tindakan yang dapat diamati. Kemudian memanfaatkan data yang dimasukkan kembali ke dalam sistem untuk menyelesaikan feedback loop.

Elemen terpenting dalam proses ini terletak pada otomatisasi langkah-langkah yang diset sedemikian rupa.

Dengan begitu, diharapkan terjadi pengulangan dan pembelanjaran mandiri yang cepat demi mendorong perbaikan dan inovasi berkelanjutan bagi AI.

Namun, dalam mencapai tujuan ini, para pebisnis kerap terhambat dengan teknologi yang sudah ketinggalan zaman.

Upaya transformasi bisa berjalan lebih mudah apabila perusahaan menjalin kemitraan strategis dengan penyedia layanan perangkat lunak atau semacamnya.

Kerja sama ini menandakan lanskap industri terus berkembang sekaligus berfungsi sebagai katalis bagi dunia usaha agar menciptakan solusi inovatif atas berbagai tantangan yang sebelumnya tampak tidak bisa diatasi.

  1. Carmine Di Sibio, CEO EY Global

Ancaman terbesar terhadap penerapan AI dalam bisnis bukanlah kurangnya minat, melainkan kepercayaan diri.

Survei EY baru-baru ini menemukan hampir 70 persen CEO merasa tidak yakin terhadap model Generative AI yang pada akhirnya mempersulit proses implementasinya.

Kekhawatiran para pebisnis tersebut bukan tanpa alasan.

Misalnya chatbot AI, EY mencatat adanya kesalahan output percakapan sekitar 3-27 persen. Perusahaan juga memiliki keraguan mengenai privasi data, misinformasi, dan intellectual property.

Jadi, bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan AI dengan percaya diri?

Langkah pertama ialah menerapkan mekanisme tata kelola yang dioperasikan oleh manusia. Ini juga berarti menggunakan input dari manusia untuk “menyempurnakan” output atau keluaran AI.

Dengan kata lain, untuk memanfaatkan AI secara paripurna, kita harus menempatkan manusia sebagai pusatnya.

Bagaimanapun, teknologi yang selama ini kita andalkan, awalnya merupakan transformasi yang diciptakan untuk mengoptimalkan kinerja manusia dan menumbuhan kepercayaan terhadap teknologi yang mampu mengubah keadaan ini.

  1. Lisa Heneghan, Chief Digital Officer KPMG International

Tidak diragukan lagi, AI adalah “internet moment” di zaman kita.

Dalam survei CEO Outlook KPMG, 70 persen eksekutif senior mengaku bahwa Generative AI menjadi prioritas investasi yang buahnya diperkirakan bisa dipanen dalam tiga hingga lima tahun ke depan.

Meskipun ada ketidakpastian ekonomi, para CEO tetap bertekad agar AI bermanfaat bagi mereka.

Bagi para pemimpin perusahaan, bahaya yang ada saat ini adalah “ketakutan akan ketinggalan” (fear of missing out) yang mendorong kesalahan pengambilan keputusan sehingga merusak keuntungan jangka panjang atau bahkan melahirkan tantangan cyber security yang baru.

Perlu adanya tindakan penyeimbang sehingga tidak terjebak di antara dua posisi: late-adopters yang mungkin kehilangan peluang emas atau early-adopters yang berisiko melakukan tindakan impulsif berujung bumerang.

Hanya saja, perusahaan tetap harus mulai berinvestasi hari ini.

Memahami persoalan yang kelak muncul ke permukaan bukan hanya soal penghematan, tetapi juga mengasah kemampuan dan pengalaman. Keduanya akan membantu kita mengidentikasi setiap peluang.

Fokuslah dalam menerapkan pondasi sekaligus membangun platform teknologi yang tepat dan cukup gesit untuk beradaptasi dengan AI yang terus berkembang pesat.

Lebih baik menguji dan belajar sekarang daripada melihat dan melewatkan kesempatan untuk memimpin perubahan. Seperti kata pepatah, “Time to market is more important than perfection.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *